Merpatidepok – Mantan komisioner KPU Kota Depok periode 2018-2023, Ahmad Soleh Firdaus Habibi mengatakan sebagaimana maklum bahwa perhelatan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok akan dilaksanakan pada hari Rabu 27 November 2024.
Kendati pelaksanaannya tinggal menghitung hari akan tetapi berdasarkan sejumlah pemberitaan di media, ternyata masih banyak warga Kota Depok yang belum mendapat informasi yang cukup terkait pelaksanaan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok.
Anggaran pilkada Kota Depok konon diangka 73 milyar, angka ini sebenarnya lebih dari cukup untuk perhelatan seluruh tahapan. Anggaran pilkada di Kota Depok yang sebesar itu semulanya adalah karena jumlah TPS yang besar, yang dalam proses perencanaan KPU Kota Depok bersama pihak Pemerintah Kota Depok dan DPRD Kota Depok TPS berjumlah 4.300an, TPS dengan jumlah sebesar itu oleh para Komisioner KPU Kota Depok periode sebelumnya dimaksudkan agar pelayanan kepada para pemilih lebih maksimal, yakni diantaranya agar jarak antara tempat tinggal pemilih dengan TPS berada pada jarak yang dekat.
Akan tetapi entah karena alasan apa pada akhirnya TPS pada pilkada kali ini hanya berjumlah 2.763.
Jika pemangkasan jumlah TPS tersebut dimaksudkan untuk efisiensi maka hal tersebut tentulah tidak tepat, karena pelayanan kepada para pemilih seharusnya menjadi prioritas, lagi pula anggaran tersebut sudah disetujui oleh seluruh stakeholder, apa ia Penyelenggara berencana melakukan pengembalian anggaran dalam jumlah yang besar?, jika demikian berarti ada ketidak singkronan antara perencanaan dengan pelaksanaan. Jika beralasan pemangkasan dilakukan karena arahan maka inipun tidak bisa dengan mudah kita terima, bukankah pemilihan wali kota dan wakil wali Kota Depok menggunakan APBD dan KPU Kota Depok memiliki kecukupan otoritas dalam melakukan pengelolaan anggaran?
Sudahlah jelas bahwa KPU Kota Depok sepenuhnya memiliki otoritas untuk mengelola anggaran pilkada tersebut tanpa perlu ada upaya efisiensi yang pada akhirnya justru merugikan banyak pihak, yakni dengan merampingkan jumlah TPS.
Setelah jumlah TPS dipangkas secara signifikan, publik juga belum melihat kemana alokasi anggaran itu dialihkan, jika kita berharap alokasi anggaran tersebut dialihkan dan kemudian difokuskan kepada upaya KPU Kota Depok dalam melakukan sosialisasi, akan tetapi nyatanya masih terlalu banyak masyarakat di Kota Depok yang memiliki hak pilih yang belum mendapat informasi yang memadai terkait pilkada.
Lebih jauh dari itu, jumlah TPS yang minimalis tersebut sebenarnya berpotensi menguntungkan pasangan calon tertentu dan berpotensi merugikan pasangan calon yang lain. Bagi pasangan calon yang memiliki pendukung yang militan dan apalagi kandidat calon ini berasal dari Partai Politik serta sedari awal sudah digadang-gadang bahkan direncanakan secara sistematis akan dijadikan calon Wali Kota maka hal tersebut menguntungkan, karena pemilih yang militan tetap akan datang ke TPS seberapa jauhpun jarak dari rumahnya ke TPS. Akan tetapi bagi Pasangan calon yang para pemilihnya lebih merupakan pemilih yang cair (tidak militan) karena calon bukan berasal dari partai politik dan apalagi publik baru saja mengetahui bahwa yang bersangkutan menjadi calon wali kota maka jauhnya lokasi TPS tentu saja berpotensi membuat pemilih berpikir dua kali bahkan akhirnya malas untuk datang ke TPS.
Apalagi November adalah musim hujan, maka bisa saja terjadi sudahlah jarak dari rumah ke TPS agak jauh, terus turun hujan pula. Ambyar.
Nampaknya hal-hal yang demikian tidak mendapat cukup perhatian dari banyak pihak, utamanya dari KPU Kota Depok
Tingkat partisipasi pilkada yang rendah disinyalir menguntungkan salah satu pasangan calon dan disaat yang bersamaan juga merugikan pasangan calon yang lain, lebih pelik dari itu, alih-alih pemangkasan jumlah TPS itu menguntungkan KPU Kota Depok karena berhasil melakukan efisiensi justru sebaliknya malah merugikan KPU Kota Depok itu sendiri karena tingkat partisipasi yang rendah bahkan bisa jadi akan sangat rendah. Bukankah diantara indikator keberhasilan penyelenggara pemilu adalah tingkat partisipasi yang tinggi dan sebaliknya tingkat partisipasi yang rendah menjadi penanda paling vulgar bagi kegagalan penyelenggara?
Ayo penyelenggara dan semua, tetap semangat!
(Ahmad Soleh Firdaus Habibi Anggota KPU Kota Depok periode 2018-2023 Ketua Divisi Hukum dan Koordinator LS Vinus Kota Depok)